BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan
berkembangnya suatu wilayah, khususnya kota senantiasa berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Kota terus
mengalami pertumbuhan yang pesat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan penduduk
akan ruang dan mobilitas. Perkembangan wilayah juga menyebabkan terjadinya
penambahan kebutuhan akan prasarana dan sarana transportasi untuk melayani
kebutuhan penduduk. Sarana transportasi itu berhubungan dengan jalan (prasarana
transportasi) dan karena itu prasarana transportasi harus disesuaikan dengan
peningkatan akan kebutuhan transportasi itu sendiri. Apabila kedua hal itu
tidak berjalan seimbang, maka akan timbul permasalahan transportasi yang berupa
kemacetan. Kemacetan lalu lintas disebabkan oleh meningkatnya permintaan
perjalanan pada pada suatu periode tertentu serta jumlah pemakai jalan yang
melebihi kapasitas yang ada. (Mayer dan Miller, 1984).
Kota
Bandung adalah salah satu kota yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Kemajuan suatu kota saat ini dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Indikator IPM ada tiga, yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Ketika
ketiga aspek IPM tersebut menunjukan kemajuan ternyata ada sesuatu yang statis.
Kota
Bandung sebagai ibukota propinsi Jawa Barat mengalami hal itu. Sebagai
gambaran, tahun 1999, IPM Kota Bandung mencapai angka 70.7 paling tinggi
diantara kota dan kabupaten lain di Jawa Barat. Angka tersebut diproyeksikan
terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Namun, peningkatan indeks tidak
serta merta menghapuskan permasalahan yang umum terjadi di kota-kota besar,
yaitu kemacetan.
Indeks
pembangunan yang tinggi seharusnya seharusnya ditunjang oleh kelancaran lalu
lintas untuk mempermudah mobilitas penduduk. Kemacetan tentu saja menghambat
mobilitas penduduk. Guna menguraikan permasalahan ini, tentu perlu diketahui
faktor apa saja yang menjadi menyebabnya. Lalu, akibat apa yang ditimbulkan
kemacetan, dan yang terakhir solusi apa yang telah ditempuh oleh pemerintah.
Dengan
angka indeks pembangunan yang tinggi tersebut, maka pemerintah kota bandung
rencananya dalam jangka waktu 3 hingga 5 tahun kedepan akan memusatkan
pembangunan kota bandung yang modern dan memiliki teknologi tinggi di wilayah
Bandung Timur, lebih tepatnya di kawasan Gedebage. Dengan adanya rencana
tersebut bias diprediksi bahwa wilayah Bandung timur akan semakin macet
kedepannya.
Permasalah
kemacetan lalu lintas menjadi sebuah tugas yang harus segera dibenahi oleh
pemerintah Kota Bandung agar terciptanya kenyamanan dan kelancaran berlalu
lintas bagi penduduk yang ada di Kota Bandung maupun yang datang ke Kota
Bandung. Disatu pihak pemerintah harus segera menemukan solusi agar di Kota
Bandung minimalnya bisa dikurangi permasalahan kemacetannya. Di lain pihak
dibutuhkan sikap, mental, dan kedisiplinan bagi pengguna jalan agar dapat
tercapainya kenyamanan berlalu lintas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang
telah dikemukakan. Secara lebih rinci masalah ini bisa dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut :
1.
Bagaimana tingkat kemacetan yang terjadi
di Kota Bandung?
2.
Apakah sebab dan akibat terjadinya
kemacetan di Kota Bandung?
3.
Bagaimana solusi jangka pendek dan solusi
jangka panjang agar kemacetan di Kota Bandung dapat berkurang?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Menganalisis Tingkat kemacetan di Kota
Bandung.
2.
Untuk mengetahui sebab dan akibat
kemacetan yang terjadi di kota bandung.
3.
Untuk mengetahui solusi yang bias
dilakukan agar kemacetan di Kota Bandung dapat berkurang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Letak dan Luas Kota Bandung
Kota Bandung terletak di wilayah
Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di
antara 107032’38,91” BT dan 6055’19,94” LS. Luas Kota
Bandung adalah 167,29 Km2. Adapun batas administratifnya adalah :
Utara : Kabupaten Bandung Barat
Selatan : Kabupaten Bandung
Barat : Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi
Timur : Kabupaten Bandung
Lokasi Kota Bandung cukup strategis,
dilihat dari segi komunikasi, dan perekonomian. Hal tersebut dikarenakan
Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan yaitu Barat sampai timur
memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara dan utara sampai selatan yang
memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan).
Secara administratif Kota Bandung terbagi menjadi 30
kecamatan. Kecamatan Gedebage merupakan kecamatan yang memiliki wilayah
paling luas yaitu 9,58 Km2 atau 5,7% dari luas keseluruhan
Kota Bandung. Kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Astana Anyar
dengan luas 2,89 Km2 atau hanya 1,73 % dari luas Kota Bandung.
Tabel
1.1 Kecamatan di Kota Bandung
No
|
Kecamatan
|
Luas (Km2)
|
Prosentase (%)
|
1
|
Bandung Kulon
|
6,46
|
3,86
|
2
|
Babakan Ciparay
|
7,45
|
4,45
|
3
|
Bojongloa Kaler
|
3,03
|
1,81
|
4
|
Bojongloa Kidul
|
6,26
|
3,74
|
5
|
Astana Anyar
|
2,89
|
1,73
|
6
|
Regol
|
4,30
|
2,57
|
7
|
Lengkong
|
5,90
|
3,53
|
8
|
Bandung Kidul
|
6,06
|
3,62
|
9
|
Buah Batu
|
7,93
|
4,74
|
10
|
Rancasari
|
7,33
|
4,38
|
11
|
Gedebage
|
9,58
|
5,73
|
12
|
Cibiru
|
6,32
|
3,78
|
13
|
Panyileukan
|
5,10
|
3,05
|
14
|
Ujung Berung
|
6,40
|
3,83
|
15
|
Cinambo
|
3,68
|
2,20
|
16
|
Arcamanik
|
5,87
|
3,51
|
17
|
Antapani
|
3,79
|
2,27
|
18
|
Mandalajati
|
6,67
|
3,99
|
19
|
Kiaracondong
|
6,12
|
3,66
|
20
|
Batununggal
|
5,03
|
3,01
|
21
|
Sumur Bandung
|
3,40
|
2,03
|
22
|
Andir
|
3,71
|
2,22
|
23
|
Cicendo
|
6,86
|
4,10
|
24
|
Bandung Wetan
|
3,39
|
2,03
|
25
|
Cibeunying Kidul
|
5,25
|
3,14
|
26
|
Cibeunying Kaler
|
4,50
|
2,69
|
27
|
Coblong
|
7,35
|
4,39
|
28
|
Sukajadi
|
4,30
|
2,57
|
29
|
Sukasari
|
6,27
|
3,75
|
30
|
Cidadap
|
6,11
|
3,65
|
Jumlah
|
167,29
|
100
|
Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2010
2.2
Kepadatan Penduduk
Jumlah
penduduk kota Bandung berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) adalah
2.417.288. Angka tersebut menentukan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar
1,88%. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Bandung 13.927,48 jiwa/Km2, dilihat
dari segi kepadatan penduduk per Kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa Kaler
merupakan daerah terpadat dengan kepadatan penduduk 39.240,26 jiwa/Km2.
Salah satu
upaya Pemerintah Kota Bandung untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk
adalah dengan Program Transmigrasi ke daerah luar Pulau Jawa, diantaranya ke
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Tabel 2.1 Jumlah dan kepadatan
penduduk Kota Bandung tahun 2010
No
|
Kecamatan
|
Luas (Km2)
|
Jumlah Penduduk
|
Kepadatan
Per Km2
|
1
|
Bandung Kulon
|
6,46
|
125.350
|
19.404
|
2
|
Babakan Ciparay
|
7,45
|
142.309
|
19.102
|
3
|
Bojongloa Kaler
|
3,03
|
120.894
|
39.899
|
4
|
Bojongloa Kidul
|
6,26
|
81.045
|
12.946
|
5
|
Astanaanyar
|
2,89
|
70.544
|
24.410
|
6
|
Regol
|
4,30
|
86.500
|
20.1160
|
7
|
Lengkong
|
5,90
|
71.045
|
12.200
|
8
|
Bandung Kidul
|
6,06
|
51.968
|
8.575
|
9
|
Buah Batu
|
7,93
|
95.256
|
12.012
|
10
|
Rancasari
|
7,33
|
68.864
|
9.395
|
11
|
Gedebage
|
9,58
|
31.230
|
3.260
|
12
|
Cibiru
|
6,32
|
60.001
|
9.494
|
13
|
Panyileukan
|
5,10
|
34.621
|
6.788
|
14
|
Ujung Berung
|
6,40
|
61.579
|
9.626
|
15
|
Cinambo
|
3,68
|
23.695
|
6.439
|
16
|
Arcamanik
|
5,87
|
57.869
|
9.858
|
17
|
Antapani
|
3,79
|
59.929
|
15.812
|
18
|
Mandalajati
|
6,67
|
57.265
|
8.585
|
19
|
Kiaracondong
|
6,12
|
129.623
|
21.180
|
20
|
Batununggal
|
5,03
|
123.392
|
24.531
|
21
|
Sumur Bandung
|
3,40
|
40.035
|
11.757
|
22
|
Andir
|
3,71
|
106.201
|
28.626
|
23
|
Cicendo
|
6,86
|
103.532
|
15.092
|
24
|
Bandung Wetan
|
3,39
|
31.741
|
9.363
|
25
|
Cibeunying Kidul
|
5,25
|
111.065
|
21.161
|
26
|
Cibeunying Kaler
|
4,50
|
69.011
|
15.336
|
27
|
Coblong
|
7,35
|
126.450
|
17.204
|
28
|
Sukajadi
|
4,30
|
101.065
|
23.503
|
29
|
Sukasari
|
6,27
|
77.218
|
12.315
|
30
|
Cidadap
|
6,11
|
53.934
|
8.827
|
Jumlah
|
167,29
|
2.417.288
|
14.449,69
|
Sumber : Kota Bandung Dalam Angka
2010
Pengelompokan kepadatan penduduk suatu wilayah menurut Bintarto terbagi menjadi:
1 - 50 jiwa/km2
= Tidak padat
51 – 250 jiwa/km2
= Kurang padat
251 – 400 jiwa/km2
=
Cukup padat
> 400 jiwa/km2 =
Sangat padat
Berdasarkan acuan
tersebut Kota Bandung merupakan kota yang memiliki tingkat kepadatan sangat
padat karena seluruh wilayahnya memiliki kepadatan lebih dari 400 jiwa/km2. Kecamatan
Bojongloa Kaler merupakan Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi
sedangkan yang memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan
Gedebage. Tingkat kepadatan tinggi yang dimiliki seluruh kecamatan yang berada
di Kota Bandung disebabkan karena semakin banyaknya para pendatang yang mengadu
nasib di Kota Bandung. Sebagai Kota besar Bandung memiliki banyak lapangan
pekerjaan yang menjanjikan.
Kepadatan penduduk yang
tinggi berdampak pada kebutuhan akan pelayanan transportasi. Kota Bandung
dengan penduduk yang padat membutuhkan sarana transportasi untuk mobilitasnya.
Suatu ruas jalan juga dalam kapasitasnya memperhitungkan ukuran kota dan jumlah
penduduk menjadi acuannya. Semakin banyak, semakin padat penduduk pada suatu
wilayah semakin tinggi pergerakannya, semakin tinggi pula kebutuhan akan
transportasi.
2.3
Ruas Jalan
Total ruas jalan di Kota Bandung
adalah 1.236,48 Km. Berdasarkan statusnya jalan di Kota Bandung
dikelompokkan menjadi jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kota.
Pengelompokan status jalan dilakukan oleh pemerintah yang berwenang. Berdasrkan
fungsinya jalan di Kota Bandung terbagi menjadi jalan arteri primer, arteri
sekunder, kolektor primer, dan kolektor sekunder. Pengelompokkan fungsi jalan
lebih mempertimbangkan kapasitas dan juga kepentingan suatu ruas jalan.
Ruas-ruas jalan yang pada arteri primer biasanya lebih besar daripada ruas
jalan lainnya. Hal tersebut dikarenakn fungsi jalan arteri primer menghubungkan
kawasan-kawasan pusat kegiatan nasional atau pusat kegiatan pusat dengan
wilayah.
Tabel
6.1 Ruas jalan di Kota Bandung
No.
|
Ruas Ruas Jalan
|
Panjang (Km)
|
Lebar (m)
|
Status
|
Fungsi
|
1.
|
Jl. Jend. Sudirman
|
6,79
|
13,00-15,00
|
Nasional
|
Arteri Primer
|
2.
|
Jl. Asia Afrika
|
1,51
|
13,00-15,00
|
Nasional
|
Arteri Primer
|
3.
|
Jl. Jend. Ahmad Yani
|
5,40
|
11,00-14,00
|
Nasional
|
Arteri Primer
|
4.
|
Jl. Raya Ujungberung
|
8,04
|
10
|
Nasional
|
Arteri Primer
|
5.
|
Jl. Soekarno Hatta
|
18,46
|
10,00
|
Nasional
|
Arteri Primer
|
6.
|
Jl. Dr. Junjunan
|
2,00
|
9,00-13,00
|
Kota Bandung
|
Arteri Primer
|
7.
|
Jl. Pasteur
|
0,21
|
10,60
|
Kota Bandung
|
Arteri Primer
|
8.
|
Jl. Cikapayang
|
0,37
|
9,70
|
Kota Bandung
|
Arteri Primer
|
9.
|
Jl. Surapan
|
1,16
|
12,62
|
Kota Bandung
|
Arteri Primer
|
10.
|
Jl. PHH Mustofa
|
3,34
|
9,00
|
Kota Bandung
|
Arteri Primer
|
11.
|
Jl. Kiaracondong
|
4,12
|
12
|
Propinsi
|
Arteri sekunder
|
12.
|
Jl. Ters. Kiaracondong
|
0,99
|
8
|
Propinsi
|
Arteri sekunder
|
13.
|
Jl. Jamika
|
0,91
|
4,00
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
14.
|
Jl. Peta
|
2,60
|
10,20
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
15.
|
Jl. BKR
|
2,30
|
10,20
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
16.
|
Jl. Pelajar Pejuang 45
|
1,48
|
20,00
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
17.
|
Jl. Laswi
|
1,10
|
20,00
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
18.
|
Jl. Sukabumi
|
0,64
|
9,00
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
19.
|
Jl. Sentot Alibasa
|
0,20
|
16,00
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
20.
|
Jl. Diponegoro
|
0,66
|
12,62
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
21.
|
Jl. W.R. Supratman
|
1,86
|
7, 94
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
22.
|
Jl. Jakarta
|
1,15
|
14,00-15,50
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
23.
|
Jl. Ters. Jakarta
|
2,76
|
14,00-15,50
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
24.
|
Jl. Ters. Pasirkoja
|
2,68
|
8,00
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
25.
|
Jl. Pasirkoja
|
0,46
|
8,00
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
26.
|
Jl. Abdul Muis
|
1,68
|
6,00
|
Kota Bandung
|
Arteri sekunder
|
27.
|
Jl. Setiabudhi
|
6,03
|
9,00-11,00
|
Propinsi
|
Kolektor Primer
|
28.
|
Jl. Sukajadi
|
2,57
|
9,00-11,00
|
Propinsi
|
Kolektor Primer
|
29.
|
Jl.HOS.Cjokroaminoto (Pasirkaliki)
|
2,18
|
13,50
|
Propinsi
|
Kolektor Primer
|
30.
|
Jl. Gardujati
|
0,41
|
14,00
|
Propinsi
|
Kolektor Primer
|
31.
|
Jl. Astana Anyar
|
0,76
|
8,00
|
Propinsi
|
Kolektor Primer
|
32.
|
Jl. Pasir Koja
|
0,13
|
8,00
|
Propinsi
|
Kolektor Primer
|
33.
|
Jl. K.H. Wahid Hasyim (Kopo)
|
2,96
|
13,00
|
Propinsi
|
Kolektor Primer
|
34.
|
Jl. Moch. Toha
|
3,47
|
12,00-15,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor Primer
|
35.
|
Jl. Trs. Buah Batu
|
1,06
|
10,00-13,00
|
Propinsi
|
Kolektor Primer
|
36.
|
Jl. Ters. Kiaracondong
|
1,16
|
Propinsi
|
Kolektor Primer
|
|
37.
|
Jl. Moch. Ramdan
|
0,94
|
10,50
|
Kota Bandung
|
Kolektor Primer
|
38.
|
Jl. Ters. Pasir Koja
|
2,72
|
8,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor Primer
|
39.
|
Jl. Rumah Sakit
|
2,83
|
5,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor Primer
|
40.
|
Jl. Gedebage Selatan
|
3,08
|
6,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor Primer
|
41.
|
Jl. Ir. H Juanda
|
5,64
|
15,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
42.
|
Jl. Dipatiukur
|
1,83
|
8,88
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
43.
|
Jl. Merdeka
|
1,04
|
12,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
44.
|
Jl. Cimbuleuit
|
1,44
|
6,50
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
45.
|
Jl. Setiabudhi
|
1,48
|
9,00-11,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
46.
|
Jl. Cihampelas
|
0,14
|
7,0
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
47.
|
Jl. Siliwangi
|
1,06
|
12,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
48.
|
Jl. Gegerkalong Hilir
|
2,10
|
6,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
49.
|
Jl. Tubagus Ismail
|
1,27
|
5,50
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
50.
|
Jl. Sedang Serang
|
0,71
|
6,50
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
51.
|
Jl. Cikutra Barat
|
0,88
|
6,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
52.
|
Jl. Cikutra Timur
|
2,37
|
8,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
53.
|
Jl. Antapani Lama
|
1,26
|
5,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
54.
|
Jl. Pacuan Kuda
|
2,44
|
3,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
55.
|
Jl. Ciwastra
|
5,80
|
6,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
56.
|
Jl. Rajawali Barat
|
1,02
|
10,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
57.
|
Jl. Rajawali Timur
|
1,54
|
13,50
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
58.
|
Jl. Kebonjati
|
1,40
|
12,17
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
59.
|
Jl. Suniaraja
|
0,24
|
11,00-14,50
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
60.
|
Jl. Lembong
|
0,45
|
9,50
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
61.
|
Jl. Veteran
|
0,83
|
12,00
|
Kota Bandung
|
Kolektor sekunder
|
Sumber : Dinas Perhubungan dan Bina
Marga, 2009
Kota Bandung memiliki 61
ruas jalan utama berdasarkan status dan fungsinya. Berdasarkan tabel 4.7 jalan
Soekarno Hatta merupakan jalan terpanjang di Kota Bandung yaitu 18,46 Km. Jalan
Soekarno Hatta juga berstatus sebagai jalan nasional dan berfungsi sebagai
jalan arteri primer. Hal tersebut menunjukkan jalan Soekarno Hatta adalah
salah satu ruas jalan terpenting di Kota Bandung. Sedangkan jalan yang memiliki
panjang paling rendah adalah jalan Sentot Alibasa dengan panjang jalan
hanya 0,20 Km. Jalan Sentot Alibasa berstatus sebagai jalan kota dan
memiliki fungsi sebagai jalan arteri sekunder. Meski memiliki panjang terendah
tetapi jalan Sentot Alibasa memiliki jalan yang lebar yaitu 16 mater.
2.4
Kemacetan
Di Kota Bandung
Bandung sebagai Ibu Kota
daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat dulu pernah dijuluki ”Paris Van Java”.
Kota indah sejuk dan nyaman. Namun beberapa tahun terakhir ini kenyamanan
tersebut telah terganggu dan terusik karena kemacetan lalu lintas yang sering
terjadi antara lain penyebab kemacetan ini adalah karena jumlah kendaraan
pribadi menunjukkan penigkatan yang semakin pesat. Menurut kepala Subdin lalu
lintas dan angkutan Dinas Perhubungan, Kota Bandung, (PR. 31 Desember 2007) di
jelaskan, saat ini jumlah kendaraan pribadi di Bandung sudah 751.000 unit,
dengan 59 % diantaranya sepeda motor. Padahal panjang jalan raya yang ada di
Kota Bandung hanya untuk 320.000 kendaraan saja. Pada hari libur jumlah
kendaraan itu bisa bertambah 38.000 sampai 125.000, dari kendaraan wisatawan
yang masuk ke Kota Bandung, terutama kendaraan berplat B. Jumlah kendaraan yang
masuk ke kota Bandung paling banyak masuk dari pintu Tol Pasteur. Kemacetan
sering terjadi di jalan Pasteur menuju jalan pasirkaliki dan sukajadi, selain
di ruas jalan tersebut, kepadatan juga terjadi di sejumlah ruas jalan tempat
belanja (Factory Otlet) dan tempat jajanan seperti di jalan RE Martadinata
(Riau), jalan Ir. H. Djuanda (Dago), Jl. Dr. Setiabudi (Ledeng) dan
Cihampeulas. Selain banyaknya warga dari Kota yang berbelanja di Kota Bandung
masyarakat Kota Bandung sendiri yang juga hendak berbelanja atau melakukan
aktivitas lain. KotaBandung menjadi salah satu tujuan dalam bidang pendidikan
khususnya bagi para pelajar di Indonesia, karena beberapa Perguruan Tinggi baik
Negeri maupun Swasta di Bandung menjadi tujuan Favorit para calon mahasiswa
dengan kata lain kualitas pendidikan di Bandung punya print jelas di banding
kota lainnya bagi orang tua untuk menyekolahkan putra putrinya. Dengan kondisi
yang telah disebutkan diatas, tentunya kita dapat mengerti dan mamaklumi
mengapa Kota Bandung kini suasana sesak dan lalu lintasnya sering macet.
Penulis akan memberi contoh kemacetan yang terjadi di wilayah tempat tinggal
penulis yaitu di sekitar wilayah Bandung Timur. Wilayah Bandung Timur dalam
jangka waktu sekitar 3 hingga 5 tahun kedepan akan menjadi pusat pengembangan
teknologi dengan rencana membangun mega proyek Bandung Teknopolis atau
Summarecon Gedebage. Dengan adanya pembanguna mega proyek tersebut sudah tentu
akan membuat kemacetan di wilayah Bandung Timur yang kini sudah mulai parah
akan membuat kemacetan di wilayah Bandung Timur semakin parah. Selain itu
kemacetan yang terjadi di Jl. Soekarno Hatta wilayah Bandung Timur pada pagi
hari maupun pada hari libur sudah sangat memprihatinkan. Karena di wilayah
Bandung Timur banyak berdiri komplek yang memiliki jumlah penduduk yang sangat
besar, seperti contoh komplek perumahan Margahayu Raya, Riung Bandung, ataupun
komplek perumahan Panyileukan. Dikarenakan banyaknya penduduk yang tinggal di
komplek perumahan yang berada di Bandung Timur, maka Jl. Soekarno Hatta sebagai
jalan utama menuju wilayah Kota Bandung lainnya akan banyak dilalui oleh
pengendara terutama pada pagi hari dan hari libur. Bahkan kemacetan bisa
mencapai panjang kurang lebih 5 KM dari perempatan Samsat Bandung Timur. Hingga
kini masih belum ada solusi bagaimana cara mengatasi kemacetan di Bandung
Timur, khususnya pada Jl. Soekarno Hatta. Salah satu alternatif jalan yang bisa
dilalui yaitu melalui Jl. Ciwastra, namun pada pagi hari dan sore hari di Jl.
Ciwastra ini memiliki masalah yang sama pada kemacetan yang terjadi di Jl.
Soekarno Hatta. Kemacetan yang terjadi di wilayah Bandung Timur kini sudah
sangat parah dan memprihatinkan, semoga pemerintah Kota Bandung dapat menemukan
solusi untuk mengatasi masalah kemacetan di Bandung Timur kini.
2.5
Sebab
Dan Akibat Kemacetan
Kemacetan di Kota Bandung
disebabkan oleh beberapa masalah yang ada, kemacetan di Kota Bandung yang
terjadi disebabkan oleh beberapa faktor berikut :
1.
Parkir
kendaraan di Badan Jalan
Bandung
bisa dikatakan kurang memiliki lahan parkir. Berdasarkan buku Bandung Dalam
Angka kondisi lahan parkir cenderung bertambah, tetapi tetap tidak mampu
mencukupi kebutuhan parkir sehingga badan jalan pun dijadikan sebagai tempat
parkir.
Pada
tahun 2003 tercatat ada 208 lahan parkir yang tersebar di tujuh wilayah, dengan
rincian sebagai berikut :
No
|
Wilayah
|
Jumlah Lahan Parkir
|
1
|
Bojonegara
|
42
|
2
|
Cibeunying Barat
|
22
|
3
|
Cibeunying Timur
|
72
|
4
|
Tegallega
|
22
|
5
|
Karees
|
30
|
6
|
Ujung Berung/Gede Bage
|
4
|
7
|
Pasar
|
16
|
TOTAL
|
208
|
(sumber:Bandung Dalam Angka 2003)
No
|
Wilayah
|
Jumlah Lahan Parkir
|
1
|
Bojonegara
|
48
|
2
|
Cibeunying Barat
|
23
|
3
|
Cibeunying Timur
|
71
|
4
|
Tegallega
|
31
|
5
|
Karees
|
31
|
6
|
Ujung Berung/Gede Bage
|
4
|
7
|
Pasar
|
14
|
TOTAL
|
222
|
(sumber:Bandung Dalam Angka 2005)
Pada
buku publikasi, Bandung Dalam Angka 2005 jumlah lahan parkir meningkat.
Peningkatan sebesar 7% disebabkan oleh peningkatan jumlah lahan parkir di
beberapa wilayah. Di wilayah Bojonegara jumlah lahan parkir bertambah enam
lahan, Cibeunying Utara satu lahan, Tegallega bertambah cukup banyak yaitu
delapan lahan, Karees satu lahan. Sementara Cibeunying Timur kehilangan satu
lahan parkir dan wilayah Pasar berkurang dua lahan parkir. Wilayah Ujung
berung/Gede Bage tetap dengan jumlah empat lahan parkir.
Pada
tahun 2007, lahan parkir yang tersedia lebih sedikit dari tahun 2005.
No
|
Wilayah
|
Jumlah Lahan Parkir
|
1
|
Bojonegara
|
44
|
2
|
Cibeunying Barat
|
24
|
3
|
Cibeunying Timur
|
70
|
4
|
Tegallega
|
31
|
5
|
Karees
|
35
|
6
|
Ujung Berung/Gede Bage
|
1
|
7
|
Pasar
|
13
|
TOTAL
|
218
|
(sumber:Bandung Dalam Angka 2007)
Penurunan
terjadi sekitar 2% disebabkan oleh berkurangnya lahan parkir di berbagai
wilayah. Bojonegara berkurang empat lahan parkir, Cibeunying Timur satu lahan,
Ujung Berung/Gede Bage tiga lahan, dan Pasar satu lahan. Sementara itu wilayah
Cibeunying Barat bertambah satu lahan, Karees empat lahan, dan Tegallega tetap.
Kehilangan
empat lahan parkir pada 2007 sangat merugikan, karena berakibat pada
berkurangnya lebar jalan karena badan jalan dipakai untuk parkir. Alhasil jalan
pun tidak bisa digunakan seluruhnya, terjadi penyempitan jalan. Pada tahun
2010, menurut Prijo terdapat sekitar 128 titik badan jalan yang menjadi tempat
parkir liar.
2.
Pedagang
Kaki Lima
Sektor
informal ini lahir seiring dengan perkembangan kota. Datangnya para urbanit
yang tidak memiliki kemampuan mendukung pertumbuhan pedagang kaki lima (PKL).
PKL tidak memiliki tempat khusus untuk berdagang. Mereka memanfaatkan badan
jalan sehingga jalan tidak bisa digunakan sepenuhnya. Kondisi ini juga membuat
para pemilik kendaraan turut memarkirkan kendaraan mereka di badan jalan,
seperti dijelaskan di atas.
3.
Pasar
Tumpah
Pasar merupakan sentra
bisnis rakyat. Aktivitasnya seakan tiada henti, dari pagi sampai pagi lagi.
Harga yang menarik dan pilihan yang banyak, membuat pasar tidak sepi pembeli.
Namun, semua itu tidak selalu berdampak positif. Pasar yang banyak diminati dan
aktif siang-malam membuat lalu lintas tersendat. Kemacetan hampir dapat ditemui
di setiap pasar. Pedagang yang begitu banyak dan tidak terkondisikan membuat
seolah-olah pasar tumpah ke jalan, dan memakan sebagian badan jalan. Jalan yang
seharusnya bisa dipakai dua lajur, dipaksa hanya satu lajur saja, sisanya milik
pedagang.
4.
Angkutan
Kota
Angkutan kota ditengarai
menjadi biang kemacetan. Alasannya karena angkutan umum selalu menurunkan dan
menaikkan penumpang seenaknya dan menunggu penumpang di badan jalan (ngetem).
Tindakan tersebut tentu akan mengurangi lebar jalan yang bisa digunakan.
Menurut Erwan Setiawan (Ketua DPRD Kota Bandung) pembenahan terhadap kendaraan
umum harus dilakukan untuk mengurangi kemacetan di Kota Bandung. Menurutnya
Manajemen transportasi umum di Kota Bandung perlu diperbaiki.
Namun, menaikkan dan
menurunkan penumpang tidak serta merta kesalahan supir. Kondisi demikian
tercipta karena permintaan dari penumpang. Seringkali penumpang menggerutu
apabila supir tidak memberhentikan angkotnya karena si supir berusaha menaati
rambu lalu lintas. Jadi, mentalitas penumpang juga harus dibangun kembali supaya
dapat mengerti dan memahami aturan lalu lintas.
5.
Pembanguna
Ruas Jalan Tidak Sesuai Dengan Peningkatan Volume Kendaraan
Penyebab ini merupakan
penyebab yang umum. Hampir semua wilayah perkotaan di Indonesia mengalaminya.
Pembangunan dan perbaikan infrastruktur
begitu minim, sedangkan volume kendaraan baru meningkat begitu pesat.
Ketidakseimbangan ini mengakibatkan volume kendaraan tidak sebanding dengan
jalan, yang akhirnya menimbulkan kemacetan.
Pada tahun 2003, panjang
jalan keseluruhan di Kota Bandung mencapai 1.103.71 km. Panjang jalan tersebut
bertambah menjadi 1.221.69 km pada tahun 2005, dan tahun 2007 bertambah lagi
menjadi 1.230.230 km.
Namun, peningkatan
panjang jalan berbanding lurus dengan panjang jalan yang rusak. Pada tahun
2003, panjang jalan yang rusak mencapai 165.00 km, yang artinya hanya sekitar
85% panjang jalan yang kondisinya baik. Tahun 2005 terjadi perbaikan, panjang
jalan yang rusak hanya 128.63 km, sekitar 89% jalan dalam kondisi baik. Terjadi
peningkatan sebesar 4% dari tahun 2003. Tahun 2007, panjang jalan yang rusak
bertambah lagi menjadi 150.44 km, jalan yang ada dalam kondisi baik menurun 1%
menjadi 88%.
Jumlah kendaraan dari Kota Bandung
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 jumlah kendaraan mencapai 699.668 kendaraan dari berbagai jenis. Pada
tahun 2007, jumlah kendaraan meningkat menjadi 822.538 atau sekitar 18%.
Peningkatan volume kendaraan sekitar 18% tidak sebanding dengan peningkatan
jalan yang hanya meningkat 1% dari tahun 2005 ke 2007. Kondisi ini jelas
berakibat kemacetan di Kota Bandung.
Selain
penyebab terjadinya kemacetan di kota bandung, ada juga akibat yang ditimbulkan
dari kemacetan yang terjadi di Kota Bandung. Kemacetan berakibat kepada
berbagai aspek. Hal yang paling umum adalah keterlambatan beraktivitas, seperti
sekolah atau kerja. Perhitungan matematis akibat kemacetan bagitu besar
ruginya. Menurut, Gingin Ginanjar (Kasubbid Infrastruktur dan Prasarana Bappeda
Kota Bandung), pada jam sibuk, kendaraan di Kota Bandung hanya mampu bergerak
15.71 km/jam dan itu mengakibatkan uang terbuang di jalan sebesar Rp. 2.46
Triliun serta menyumbangkan 66.34% emisi gas buang transportasi.
Pernyataan
Gingin dapat dipahami. Penggunaan bahan bakar menjadi tidak efektif karena
digunakan pada kecepatan lambat atau bahkan diam. Kondisi udara di jalan pun
tidak segar lagi seperti dahulu. Walaupun menurut Riza Wardana (Ketua Badan
Pemerhati Lingkungan Hidup Kota Bandung) kualitas udara masih ada di bawah
ambang batas normal. Tetapi dengan kondisi alat ukur kualitas udara yang
rata-rata sudah rusak, sudah seharusnya diperhitungkan kembali. Bis yang
mengeluarkan gas buangan yang hitam pekat dan banyak, tidaklah sedikit,
ditambah banyaknya kendaraan lain yang turut menyumbangkan gas buangannya.
Pertambahan jumlah pohon pun tidak sebanding dengan pertambahan kendaraan
bermotor. Kondisi yang ada justru berbanding terbalik. Jumlah pohon cenderung
berkurang sementara kendaraan bermotor cenderung terus bertambah. Akibatnya
udara kotor karena jumlah pohon semakin sedikit.
Selain
itu, aspek psikologis pengguna jalan juga menjadi terganggu. Kondisi macet
ketika akan bepergian tentu membuat jengkel para pengguna jalan. Akibatnya
tempramen pengguna jalan cenderung tinggi akibat stress di jalanan.
2.6
Solusi
Permasalahan Kemacetan Di Kota Bandung
1.
Solusi
Jangka Pendek
Solusi ini berlaku
mengurai kemacetan dengan cepat sampai terwujudnya solusi jangka panjang. Dinas
perhubungan yang dalam hal ini terkait langsung memulai pemecahan masalah
dengan membenahi badan jalan yang biasa dipakai sebagai lahan parkir.
Penertiban juga dilakukan di lahan parkir pusat bisnis, sekolah, dan
perkantoran.
Wacana untuk memajukan
jam sekolah seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jakarta juga sempat
mengemuka. Terjadi pro dan kontra dalam wacana tersebut. Pengamat Pendidikan
dan Ketua Lembaga Advokasi Pendidikan Kota Bandung, Dan Satriana mengungkapkan
bahwa wacana tersebut tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan kemacetan di
Kota Bandung. Menurutnya, wacana itu memperlihatkan bahwa tugas pemkot
dialihkan kepada anak-anak sekolah, dan ini adalah wacana yang tidak cerdas.
Gagasannya
adalah pemberlakuan sistem rayonisasi. Sistem yang memungkinkan siswa
bersekolah di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya. Dengan begitu
diharapkan siswa pulang-pergi lebih mudah dan akan lebih rapi. Klaim bahwa
sekolah sebagai faktor penyebab kemacetan bisa dihilangkan. Hal tersebut
diperkuat olah pendapat pakar transportasi ITB, Ofyar Z Tamin. Pendapatnya,
dengan memajukan jam sekolah malah akan membuat siswa membawa kendaraan
sendiri. Artinya akan semakin menambah kemacetan. Gagasannya, perlu pengalihan
dari transportasi pribadi ke massal.
Pemerintah
perlu menerapkan kebijakan yang tepat dalam waktu yang singkat. Tidak bisa
menunggu pembangunan fasilitas transportasi yang sifatnya jangka panjang.
Optimalisasi petugas lalu lintas, dan persiapan yang matang seperti pembagian
jalan yang tegas perlu dilakukan. Kemacetan terus terjadi tanpa adanya solusi
jangka pendek. Jika tidak cepat masyarakat akan resah dan tidak percaya kepada
pemerintah.
2.
Solusi
Jangka Panjang
Pemerintah
perlu melakukan terobosan besar dalam menyikapi permasalahan kemacetan ini.
Pembenahan dan penambahan infrastruktur perlu dilakukan. Akar permasalahan
kemacetan perlu dikaji dan diberi solusi yang tepat. Penyelesaian dengan fokus
pada akibat tidaklah relevan lagi, sudah saatnya fokusnya berpindah ke sebab
atau akar masalah.
Untuk
menyelesaikan permasalahan ini, Dinas Perhubungan Kota Bandung telah melakukan
riset bersama Institut Teknologi Bandung dalam rangka memenuhi kebutuhan akan
lahan parkir. Diharapkan dengan tersedianya lahan parkir yang memadai, badan
jalan bisa bersih dari parkir liar dan jalan dapat digunakan seluruhnya.
Pedagang
kaki lima juga perlu dirapikan. Pedagang kaki lima (PKL) sebenarnya bisa
menjadi aset berharga bagi kota jika dikelola dengan baik. Penggusuran tidak
dapat menghilangkan keberadaan PKL, alternatif yang bisa dilakukan oleh
pemerintah adalah merelokasi PKL dan menjadikannya sentra usaha rakyat.
Sehingga PKL menjadi aset yang turut menyumbangkan pemasukan kepada pemerintah
kota.
Pedagang
pasar yang tumpah ke jalan merupakan simbol dari meningkatnya aktivitas ekonomi
rakyat. Sama halnya dengan PKL, penggusuran tidak bisa menyelesaikan
permasalahan. Pembangunan pasar yang nyaman, aman, dan mampu menampung para
penjual akan membuat penjual tidak lagi berjualan sampai ke jalan. Hal ini pun
merupakan potensi kota yang seharusnya dikelola dengan baik. Kemacetan dapat
terhindari, jalan dapat digunakan seluruhnya, dan pasar menjadi rapi dan
bermanfaat.
Aspek
yang paling penting adalah mengurangi laju pertumbuhan kendaraan. Sebab
meningkatnya volume kendaraan adalah tidak tersedianya transportasi massal yang
aman dan nyaman. Perbaikan terhadap transportasi massal wajib untuk dilakukan.
Trans Metro Bandung merupakan alternatif yang baik. Damri juga perlu
mengoptimalkan armadanya dengan memberikan bis yang baik dan nyaman. Dinas
perhubungan juga perlu merapikan angkutan kota (angkot) sehingga tidak lagi
ngetem di mana saja yang sudah tentu merugikan pengguna angkot dan pengguna
jalan lain.
Pemerintah
Kota Bandung tampaknya berupaya keras untuk
membangun infrastruktur dan moda
transportasi publik untuk mengatasi kemacetan
yang menjadi "hiasan"
sehari-hari di kota ini. Selain
akan membangun lima
flyover dan underpass, Pemerintah
Kota Bandung juga akan membangun cable car. Hal inilah yang kemudian diharapkan
bisa mengubah wajah Kota Bandung di masa depan. Sebuah kota yang tidak
sareukseuk oleh kemacetan, banjir, juga permasalah lalu lintas lainnya. Bandung
diharapkan menjadi kota tujuan wisata, kota bisnis, juga kota pendidikan yang
nyaman untuk dikunjungi dan ditinggali. Berikut ini adalah program rencana
kedepan untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di Kota Bandung :
1. Cable
Car
Setelah tertunda-tunda
akibat belum ada peraturan yang memayungi dan persoalan lainnya, akhirnya
groundbreaking prototipe cable car ini akan dilakukan pada Desember 2015.
Dengan menempuh rute sepanjang 850 meter dari Jalan Gelap Nyawang hingga ke
Cihampelas, moda transportasi ini diharapkan akan mengurangi kepadatan lalu
lintas di Kota Kembang. Wali Kota sudah memberikan kepastian payung hukumnya
dengan akan menerbitkan peraturan wali kota,
sehingga rencana pembangunan
cable car akan segera dimulai. Stasiun cable car ini nantinya ada dua, di
Stasiun Dago dan Cihampelas. Lahan yang digunakan merupakan milik Pemkot
Bandung karena berada di atas jalan.
Selain bisa solusi mengurangi kemacetan, tambahnya, cable car pun ramah
lingkungan karena tidak menggunakan BBM sehingga tidak menimbulkan polusi.
Cable car ini menggunakan daya listrik
yang tidak terlalu
besar. Manfaatnya akan sangat
besar bagi masyarakat Kota Bandung karena murah, cepat, dan bebas hambatan.
2. Underpass
Melalui akun media
sosial, Kang Emil telah menampilkan gambar rencana pembangunan terowongan
underpass bundaran Cibiru. Dari tiga gambar yang diunggah Emil, terlihat jalan
raya di sekitar bundaran Cibiru yang akan diperluas. Nampak juga terowongan
underpass dua arah yang membentang dari arah Jln. Soekarno-Hatta hingga Jln.
Cinunuk.
Underpass itu nantinya
direncanakan akan memiliki panjang total 910 meter dengan bagian terowongan
memiliki panjang 118 meter. Badian terbuka di sisi kiri 58 meter dan sisi kanan
466 meter. Tahun-tahun lalu juga sempat tersiar kabar akan adanya rencana
pembangunan terowongan sepanjang 400 meter di Kawasan Gasibu, tepatnya setelah
jembatan Pasupati. Lokasi terowongan itu sendiri tepatnya di depan Gedung Sate.
3. Flyover
Pemkot Bandung berencana
akan membangun flyover di perempatan Jalan Jakarta yang menghubungkan antara
daerah Antapani dan Arcamanik. Kawan ini memang terkenal dengan kemacetannya.
Flyover lainnya juga akan dibangun di Jalan Soekarno-Hatta, masing-masing di
Jalan Kopo dan Jalan Buah Batu.
4. Jalan
Tol Dalam Kota
Jalan Tol Dalam Kota
Bandung memanjang dari Pasteur - Cibiru - Cileunyi. Selain itu juga akan
mengakses dari Gedebage Kota Bandung. Pembebasan lahan jalan tol itu dimulai
2011 untuk Seksi Akses Gedebage dan Seksi I Pasteur - Gasibu telah dilakukan
sejak 2012.
Jalan Tol Dalam Kota itu
diharapkan bisa mengatasi kemacetan di kawasan Kota Bandung sehingga bisa
mengurangi beban jalan protokol. Terkait konstruksi jalan tol yang dibuat dalam
jalan layang, akan berbeda dengan konstruksi jembatan Pasupati.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dengan
adanya pembangunan wilayah yang pesat, khususnya wilayah Kota Bandung tidak
bisa dipisahkan dengan adanya kemacetan yang terjadi di setiap ruas jalan Kota
Bandung. Dengan semakin bertambahnya kebutuhan sarana transportasi bagi
penduduk yang ada di Kota Bandung ini menjadi salah satu sebab terjadinya
kemacetan. Selain itu lambatnya pembangunan prasarana yang menunjang sarana
transportasi juga menjadi penyebab utama kemacetan yang terjadi di Kota
Bandung. Akibat dari kemacetan yang ada, aktivitas keseharian masyarakat
menjadi terhambat. Kerugian materi akibat penggunaan bahan bakar yang tidak
optimal, dan polusi yang merusak kesehatan masyarakat
3.2
Saran
Pemerintah
Kota Bandung harus berupaya menyelesaikan masalah kemacetan di Kota Bandung.
Berbagai kebijakan yang sifatnya jangka pendek harus terus dikeluarkan.
Diantaranya penertiban kendaraan yang parkir di badan jalan, optimalisasi
petugas lalu lintas. Untuk solusi jangka panjang perlu pembangunan dan
pengoptimalan infrastruktur. Aspek nonfisik pun perlu dipersiapkan demi
terciptanya transportasi yang aman dan nyaman bagi masyarakat Kota Bandung.
diperlukan peran serta pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kemacetan di
Kota Bandung ini
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar