Minggu, 13 November 2016

Makalah Kemacetan di Kota Bandung






BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dengan berkembangnya suatu wilayah, khususnya kota senantiasa berkembang  seiring dengan kemajuan zaman. Kota terus mengalami pertumbuhan yang pesat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan penduduk akan ruang dan mobilitas. Perkembangan wilayah juga menyebabkan terjadinya penambahan kebutuhan akan prasarana dan sarana transportasi untuk melayani kebutuhan penduduk. Sarana transportasi itu berhubungan dengan jalan (prasarana transportasi) dan karena itu prasarana transportasi harus disesuaikan dengan peningkatan akan kebutuhan transportasi itu sendiri. Apabila kedua hal itu tidak berjalan seimbang, maka akan timbul permasalahan transportasi yang berupa kemacetan. Kemacetan lalu lintas disebabkan oleh meningkatnya permintaan perjalanan pada pada suatu periode tertentu serta jumlah pemakai jalan yang melebihi kapasitas yang ada. (Mayer dan Miller, 1984).
Kota Bandung adalah salah satu kota yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Kemajuan suatu kota saat ini dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indikator IPM ada tiga, yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Ketika ketiga aspek IPM tersebut menunjukan kemajuan ternyata ada sesuatu yang statis.
Kota Bandung sebagai ibukota propinsi Jawa Barat mengalami hal itu. Sebagai gambaran, tahun 1999, IPM Kota Bandung mencapai angka 70.7 paling tinggi diantara kota dan kabupaten lain di Jawa Barat. Angka tersebut diproyeksikan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Namun, peningkatan indeks tidak serta merta menghapuskan permasalahan yang umum terjadi di kota-kota besar, yaitu kemacetan.

Indeks pembangunan yang tinggi seharusnya seharusnya ditunjang oleh kelancaran lalu lintas untuk mempermudah mobilitas penduduk. Kemacetan tentu saja menghambat mobilitas penduduk. Guna menguraikan permasalahan ini, tentu perlu diketahui faktor apa saja yang menjadi menyebabnya. Lalu, akibat apa yang ditimbulkan kemacetan, dan yang terakhir solusi apa yang telah ditempuh oleh pemerintah.
Dengan angka indeks pembangunan yang tinggi tersebut, maka pemerintah kota bandung rencananya dalam jangka waktu 3 hingga 5 tahun kedepan akan memusatkan pembangunan kota bandung yang modern dan memiliki teknologi tinggi di wilayah Bandung Timur, lebih tepatnya di kawasan Gedebage. Dengan adanya rencana tersebut bias diprediksi bahwa wilayah Bandung timur akan semakin macet kedepannya.
Permasalah kemacetan lalu lintas menjadi sebuah tugas yang harus segera dibenahi oleh pemerintah Kota Bandung agar terciptanya kenyamanan dan kelancaran berlalu lintas bagi penduduk yang ada di Kota Bandung maupun yang datang ke Kota Bandung. Disatu pihak pemerintah harus segera menemukan solusi agar di Kota Bandung minimalnya bisa dikurangi permasalahan kemacetannya. Di lain pihak dibutuhkan sikap, mental, dan kedisiplinan bagi pengguna jalan agar dapat tercapainya kenyamanan berlalu lintas.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dikemukakan. Secara lebih rinci masalah ini bisa dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1.      Bagaimana tingkat kemacetan yang terjadi di Kota Bandung?
2.      Apakah sebab dan akibat terjadinya kemacetan di Kota Bandung?
3.      Bagaimana solusi jangka pendek dan solusi jangka panjang agar kemacetan di Kota Bandung dapat berkurang?


1.3   Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Menganalisis Tingkat kemacetan di Kota Bandung.
2.      Untuk mengetahui sebab dan akibat kemacetan yang terjadi di kota bandung.
3.      Untuk mengetahui solusi yang bias dilakukan agar kemacetan di Kota Bandung dapat berkurang.

















BAB II
PEMBAHASAN

     2.1               Letak dan Luas Kota Bandung
Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara 107032’38,91” BT dan 6055’19,94” LS. Luas Kota Bandung adalah 167,29 Km2. Adapun batas administratifnya adalah :
Utara               : Kabupaten Bandung Barat
Selatan            : Kabupaten Bandung
Barat               : Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi
Timur              : Kabupaten Bandung
Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, dan perekonomian.  Hal tersebut dikarenakan Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan yaitu Barat sampai timur memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara dan utara sampai selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan).
Secara administratif Kota Bandung terbagi menjadi 30 kecamatan. Kecamatan Gedebage merupakan  kecamatan yang memiliki wilayah paling luas  yaitu 9,58 Km2 atau 5,7% dari luas keseluruhan Kota Bandung. Kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Astana Anyar dengan luas 2,89 Km2 atau hanya 1,73 %  dari luas Kota Bandung.
Tabel 1.1 Kecamatan di Kota Bandung
No
Kecamatan
Luas (Km2)
Prosentase (%)
1
Bandung Kulon
6,46
3,86
2
Babakan Ciparay
7,45
4,45
3
Bojongloa Kaler
3,03
1,81
4
Bojongloa Kidul
6,26
3,74
5
Astana Anyar
2,89
1,73
6
Regol
4,30
2,57
7
Lengkong
5,90
3,53
8
Bandung Kidul
6,06
3,62
9
Buah Batu
7,93
4,74
10
Rancasari
7,33
4,38
11
Gedebage
9,58
5,73
12
Cibiru
6,32
3,78
13
Panyileukan
5,10
3,05
14
Ujung Berung
6,40
3,83
15
Cinambo
3,68
2,20
16
Arcamanik
5,87
3,51
17
Antapani
3,79
2,27
18
Mandalajati
6,67
3,99
19
Kiaracondong
6,12
3,66
20
Batununggal
5,03
3,01
21
Sumur Bandung
3,40
2,03
22
Andir
3,71
2,22
23
Cicendo
6,86
4,10
24
Bandung Wetan
3,39
2,03
25
Cibeunying Kidul
5,25
3,14
26
Cibeunying Kaler
4,50
2,69
27
Coblong
7,35
4,39
28
Sukajadi
4,30
2,57
29
Sukasari
6,27
3,75
30
Cidadap
6,11
3,65
     Jumlah
167,29
100
                        Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2010
     2.2              Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk kota Bandung berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) adalah 2.417.288. Angka tersebut menentukan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,88%. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Bandung 13.927,48 jiwa/Km2, dilihat dari segi kepadatan penduduk per Kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan penduduk 39.240,26 jiwa/Km2.
Salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk adalah dengan Program Transmigrasi ke daerah luar Pulau Jawa, diantaranya ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

Tabel 2.1 Jumlah dan kepadatan penduduk Kota Bandung tahun 2010
No
Kecamatan
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk
Kepadatan
Per Km2
1
Bandung Kulon
6,46
125.350
19.404
2
Babakan Ciparay
7,45
142.309
19.102
3
Bojongloa Kaler
3,03
120.894
39.899
4
Bojongloa Kidul
6,26
81.045
12.946
5
Astanaanyar
2,89
70.544
24.410
6
Regol
4,30
86.500
20.1160
7
Lengkong
5,90
71.045
12.200
8
Bandung Kidul
6,06
51.968
8.575
9
Buah Batu
7,93
95.256
12.012
10
Rancasari
7,33
68.864
9.395
11
Gedebage
9,58
31.230
3.260
12
Cibiru
6,32
60.001
9.494
13
Panyileukan
5,10
34.621
6.788
14
Ujung Berung
6,40
61.579
9.626
15
Cinambo
3,68
23.695
6.439
16
Arcamanik
5,87
57.869
9.858
17
Antapani
3,79
59.929
15.812
18
Mandalajati
6,67
57.265
8.585
19
Kiaracondong
6,12
129.623
21.180
20
Batununggal
5,03
123.392
24.531
21
Sumur Bandung
3,40
40.035
11.757
22
Andir
3,71
106.201
28.626
23
Cicendo
6,86
103.532
15.092
24
Bandung Wetan
3,39
31.741
9.363
25
Cibeunying Kidul
5,25
111.065
21.161
26
Cibeunying Kaler
4,50
69.011
15.336
27
Coblong
7,35
126.450
17.204
28
Sukajadi
4,30
101.065
23.503
29
Sukasari
6,27
77.218
12.315
30
Cidadap
6,11
53.934
8.827

Jumlah
167,29
2.417.288
14.449,69
Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2010

Pengelompokan kepadatan penduduk suatu wilayah menurut Bintarto  terbagi menjadi:
1 - 50 jiwa/km2              =  Tidak padat
51 – 250 jiwa/km2         =  Kurang padat
251 – 400 jiwa/km2       =  Cukup padat
> 400 jiwa/km2              =  Sangat padat

Berdasarkan acuan tersebut Kota Bandung merupakan kota yang memiliki tingkat kepadatan sangat padat karena seluruh wilayahnya memiliki kepadatan lebih dari 400 jiwa/km2. Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi sedangkan yang memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Gedebage. Tingkat kepadatan tinggi yang dimiliki seluruh kecamatan yang berada di Kota Bandung disebabkan karena semakin banyaknya para pendatang yang mengadu nasib di Kota Bandung. Sebagai Kota besar Bandung memiliki banyak lapangan pekerjaan yang menjanjikan.
Kepadatan penduduk yang tinggi berdampak pada kebutuhan akan pelayanan transportasi. Kota Bandung dengan penduduk yang padat membutuhkan sarana transportasi untuk mobilitasnya. Suatu ruas jalan juga dalam kapasitasnya memperhitungkan ukuran kota dan jumlah penduduk menjadi acuannya. Semakin banyak, semakin padat penduduk pada suatu wilayah semakin tinggi pergerakannya, semakin tinggi pula kebutuhan akan transportasi.

     2.3               Ruas Jalan
Total ruas jalan di Kota Bandung adalah 1.236,48 Km. Berdasarkan statusnya  jalan di Kota Bandung dikelompokkan menjadi jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kota. Pengelompokan status jalan dilakukan oleh pemerintah yang berwenang. Berdasrkan fungsinya jalan di Kota Bandung terbagi menjadi jalan arteri primer, arteri sekunder, kolektor primer, dan kolektor sekunder. Pengelompokkan fungsi jalan lebih mempertimbangkan kapasitas dan juga kepentingan suatu ruas jalan. Ruas-ruas jalan yang pada arteri primer biasanya lebih besar daripada ruas jalan lainnya. Hal tersebut dikarenakn fungsi jalan arteri primer menghubungkan kawasan-kawasan pusat kegiatan nasional atau pusat kegiatan pusat dengan wilayah.
Tabel 6.1  Ruas jalan di Kota Bandung
No.
Ruas Ruas Jalan
Panjang (Km)
Lebar (m)
Status
Fungsi
1.
Jl. Jend. Sudirman
6,79
13,00-15,00
Nasional
Arteri Primer
2.
Jl. Asia Afrika
1,51
13,00-15,00
Nasional
Arteri Primer
3.
Jl. Jend. Ahmad Yani
5,40
11,00-14,00
Nasional
Arteri Primer
4.
Jl. Raya Ujungberung
8,04
10
Nasional
Arteri Primer
5.
Jl. Soekarno Hatta
18,46
10,00
Nasional
Arteri Primer
6.
Jl. Dr. Junjunan
2,00
9,00-13,00
Kota Bandung
Arteri Primer
7.
Jl. Pasteur
0,21
10,60
Kota Bandung
Arteri Primer
8.
Jl. Cikapayang
0,37
9,70
Kota Bandung
Arteri Primer
9.
Jl. Surapan
1,16
12,62
Kota Bandung
Arteri Primer
10.
Jl. PHH Mustofa
3,34
9,00
Kota Bandung
Arteri Primer
11.
Jl. Kiaracondong
4,12
12
Propinsi
Arteri sekunder
12.
Jl. Ters. Kiaracondong
0,99
8
Propinsi
Arteri sekunder
13.
Jl. Jamika
0,91
4,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
14.
Jl. Peta
2,60
10,20
Kota Bandung
Arteri sekunder
15.
Jl. BKR
2,30
10,20
Kota Bandung
Arteri sekunder
16.
Jl. Pelajar Pejuang 45
1,48
20,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
17.
Jl. Laswi
1,10
20,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
18.
Jl. Sukabumi 
0,64
9,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
19.
Jl. Sentot Alibasa
0,20
16,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
20.
Jl. Diponegoro
0,66
12,62
Kota Bandung
Arteri sekunder
21.
Jl. W.R. Supratman
1,86
7, 94
Kota Bandung
Arteri sekunder
22.
Jl. Jakarta
1,15
14,00-15,50
Kota Bandung
Arteri sekunder
23.
Jl. Ters. Jakarta
2,76
14,00-15,50
Kota Bandung
Arteri sekunder
24.
Jl. Ters. Pasirkoja
2,68
8,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
25.
Jl. Pasirkoja
0,46
8,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
26.
Jl. Abdul Muis
1,68
6,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
27.
Jl. Setiabudhi
6,03
9,00-11,00
Propinsi
Kolektor Primer
28.
Jl. Sukajadi
2,57
9,00-11,00
Propinsi
Kolektor Primer
29.
Jl.HOS.Cjokroaminoto (Pasirkaliki)
2,18
13,50
Propinsi
Kolektor Primer
30.
Jl. Gardujati
0,41
14,00
Propinsi
Kolektor Primer
31.
Jl. Astana Anyar
0,76
8,00
Propinsi
Kolektor Primer
32.
Jl. Pasir Koja
0,13
8,00
Propinsi
Kolektor Primer
33.
Jl. K.H. Wahid Hasyim (Kopo)
2,96
13,00
Propinsi
Kolektor Primer
34.
Jl. Moch. Toha
3,47
12,00-15,00
Kota Bandung
Kolektor Primer
35.
Jl. Trs. Buah Batu
1,06
10,00-13,00
Propinsi
Kolektor Primer
36.
Jl. Ters. Kiaracondong
1,16

Propinsi
Kolektor Primer
37.
Jl. Moch. Ramdan
0,94
10,50
Kota Bandung
Kolektor Primer
38.
Jl. Ters. Pasir Koja
2,72
8,00
Kota Bandung
Kolektor Primer
39.
Jl. Rumah Sakit
2,83
5,00
Kota Bandung
Kolektor Primer
40.
Jl. Gedebage Selatan
3,08
6,00
Kota Bandung
Kolektor Primer
41.
Jl. Ir. H Juanda
5,64
15,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
42.
Jl. Dipatiukur
1,83
8,88
Kota Bandung
Kolektor sekunder
43.
Jl. Merdeka
1,04
12,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
44.
Jl. Cimbuleuit
1,44
6,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
45.
Jl. Setiabudhi
1,48
9,00-11,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
46.
Jl. Cihampelas
0,14
7,0
Kota Bandung
Kolektor sekunder
47.
Jl. Siliwangi
1,06
12,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
48.
Jl. Gegerkalong Hilir
2,10
6,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
49.
Jl. Tubagus Ismail
1,27
5,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
50.
Jl. Sedang Serang
0,71
6,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
51.
Jl. Cikutra Barat
0,88
6,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
52.
Jl. Cikutra Timur
2,37
8,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
53.
Jl. Antapani Lama
1,26
5,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
54.
Jl. Pacuan Kuda
2,44
3,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
55.
Jl. Ciwastra
5,80
6,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
56.
Jl. Rajawali Barat
1,02
10,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
57.
Jl. Rajawali Timur
1,54
13,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
58.
Jl. Kebonjati
1,40
12,17
Kota Bandung
Kolektor sekunder
59.
Jl. Suniaraja
0,24
11,00-14,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
60.
Jl. Lembong
0,45
9,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
61.
Jl. Veteran
0,83
12,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
Sumber : Dinas Perhubungan dan Bina Marga, 2009
Kota Bandung memiliki 61 ruas jalan utama berdasarkan status dan fungsinya. Berdasarkan tabel 4.7 jalan Soekarno Hatta merupakan jalan terpanjang di Kota Bandung yaitu 18,46 Km. Jalan Soekarno Hatta juga berstatus sebagai jalan nasional dan berfungsi sebagai jalan arteri primer.  Hal tersebut menunjukkan jalan Soekarno Hatta adalah salah satu ruas jalan terpenting di Kota Bandung. Sedangkan jalan yang memiliki panjang paling rendah adalah jalan  Sentot Alibasa dengan panjang jalan hanya 0,20 Km. Jalan Sentot Alibasa berstatus sebagai jalan kota  dan memiliki fungsi  sebagai jalan arteri sekunder. Meski memiliki panjang terendah tetapi jalan Sentot Alibasa memiliki jalan yang lebar yaitu 16 mater.

     2.4            Kemacetan Di Kota Bandung
Bandung sebagai Ibu Kota daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat dulu pernah dijuluki ”Paris Van Java”. Kota indah sejuk dan nyaman. Namun beberapa tahun terakhir ini kenyamanan tersebut telah terganggu dan terusik karena kemacetan lalu lintas yang sering terjadi antara lain penyebab kemacetan ini adalah karena jumlah kendaraan pribadi menunjukkan penigkatan yang semakin pesat. Menurut kepala Subdin lalu lintas dan angkutan Dinas Perhubungan, Kota Bandung, (PR. 31 Desember 2007) di jelaskan, saat ini jumlah kendaraan pribadi di Bandung sudah 751.000 unit, dengan 59 % diantaranya sepeda motor. Padahal panjang jalan raya yang ada di Kota Bandung hanya untuk 320.000 kendaraan saja. Pada hari libur jumlah kendaraan itu bisa bertambah 38.000 sampai 125.000, dari kendaraan wisatawan yang masuk ke Kota Bandung, terutama kendaraan berplat B. Jumlah kendaraan yang masuk ke kota Bandung paling banyak masuk dari pintu Tol Pasteur. Kemacetan sering terjadi di jalan Pasteur menuju jalan pasirkaliki dan sukajadi, selain di ruas jalan tersebut, kepadatan juga terjadi di sejumlah ruas jalan tempat belanja (Factory Otlet) dan tempat jajanan seperti di jalan RE Martadinata (Riau), jalan Ir. H. Djuanda (Dago), Jl. Dr. Setiabudi (Ledeng) dan Cihampeulas. Selain banyaknya warga dari Kota yang berbelanja di Kota Bandung masyarakat Kota Bandung sendiri yang juga hendak berbelanja atau melakukan aktivitas lain. KotaBandung menjadi salah satu tujuan dalam bidang pendidikan khususnya bagi para pelajar di Indonesia, karena beberapa Perguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta di Bandung menjadi tujuan Favorit para calon mahasiswa dengan kata lain kualitas pendidikan di Bandung punya print jelas di banding kota lainnya bagi orang tua untuk menyekolahkan putra putrinya. Dengan kondisi yang telah disebutkan diatas, tentunya kita dapat mengerti dan mamaklumi mengapa Kota Bandung kini suasana sesak dan lalu lintasnya sering macet. Penulis akan memberi contoh kemacetan yang terjadi di wilayah tempat tinggal penulis yaitu di sekitar wilayah Bandung Timur. Wilayah Bandung Timur dalam jangka waktu sekitar 3 hingga 5 tahun kedepan akan menjadi pusat pengembangan teknologi dengan rencana membangun mega proyek Bandung Teknopolis atau Summarecon Gedebage. Dengan adanya pembanguna mega proyek tersebut sudah tentu akan membuat kemacetan di wilayah Bandung Timur yang kini sudah mulai parah akan membuat kemacetan di wilayah Bandung Timur semakin parah. Selain itu kemacetan yang terjadi di Jl. Soekarno Hatta wilayah Bandung Timur pada pagi hari maupun pada hari libur sudah sangat memprihatinkan. Karena di wilayah Bandung Timur banyak berdiri komplek yang memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, seperti contoh komplek perumahan Margahayu Raya, Riung Bandung, ataupun komplek perumahan Panyileukan. Dikarenakan banyaknya penduduk yang tinggal di komplek perumahan yang berada di Bandung Timur, maka Jl. Soekarno Hatta sebagai jalan utama menuju wilayah Kota Bandung lainnya akan banyak dilalui oleh pengendara terutama pada pagi hari dan hari libur. Bahkan kemacetan bisa mencapai panjang kurang lebih 5 KM dari perempatan Samsat Bandung Timur. Hingga kini masih belum ada solusi bagaimana cara mengatasi kemacetan di Bandung Timur, khususnya pada Jl. Soekarno Hatta. Salah satu alternatif jalan yang bisa dilalui yaitu melalui Jl. Ciwastra, namun pada pagi hari dan sore hari di Jl. Ciwastra ini memiliki masalah yang sama pada kemacetan yang terjadi di Jl. Soekarno Hatta. Kemacetan yang terjadi di wilayah Bandung Timur kini sudah sangat parah dan memprihatinkan, semoga pemerintah Kota Bandung dapat menemukan solusi untuk mengatasi masalah kemacetan di Bandung Timur kini.


     2.5            Sebab Dan Akibat Kemacetan
Kemacetan di Kota Bandung disebabkan oleh beberapa masalah yang ada, kemacetan di Kota Bandung yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor berikut :
1.      Parkir kendaraan di Badan Jalan
Bandung bisa dikatakan kurang memiliki lahan parkir. Berdasarkan buku Bandung Dalam Angka kondisi lahan parkir cenderung bertambah, tetapi tetap tidak mampu mencukupi kebutuhan parkir sehingga badan jalan pun dijadikan sebagai tempat parkir.

Pada tahun 2003 tercatat ada 208 lahan parkir yang tersebar di tujuh wilayah, dengan rincian sebagai berikut :
No
Wilayah
Jumlah Lahan Parkir
1
Bojonegara
42
2
Cibeunying Barat
22
3
Cibeunying Timur
72
4
Tegallega
22
5
Karees
30
6
Ujung Berung/Gede Bage
4
7
Pasar
16
TOTAL
208
(sumber:Bandung Dalam Angka 2003)
No
Wilayah
Jumlah Lahan Parkir
1
Bojonegara
48
2
Cibeunying Barat
23
3
Cibeunying Timur
71
4
Tegallega
31
5
Karees
31
6
Ujung Berung/Gede Bage
4
7
Pasar
14
TOTAL
222
(sumber:Bandung Dalam Angka 2005)

Pada buku publikasi, Bandung Dalam Angka 2005 jumlah lahan parkir meningkat. Peningkatan sebesar 7% disebabkan oleh peningkatan jumlah lahan parkir di beberapa wilayah. Di wilayah Bojonegara jumlah lahan parkir bertambah enam lahan, Cibeunying Utara satu lahan, Tegallega bertambah cukup banyak yaitu delapan lahan, Karees satu lahan. Sementara Cibeunying Timur kehilangan satu lahan parkir dan wilayah Pasar berkurang dua lahan parkir. Wilayah Ujung berung/Gede Bage tetap dengan jumlah empat lahan parkir.

Pada tahun 2007, lahan parkir yang tersedia lebih sedikit dari tahun 2005.
No
Wilayah
Jumlah Lahan Parkir
1
Bojonegara
44
2
Cibeunying Barat
24
3
Cibeunying Timur
70
4
Tegallega
31
5
Karees
35
6
Ujung Berung/Gede Bage
1
7
Pasar
13
TOTAL
218
(sumber:Bandung Dalam Angka 2007)

Penurunan terjadi sekitar 2% disebabkan oleh berkurangnya lahan parkir di berbagai wilayah. Bojonegara berkurang empat lahan parkir, Cibeunying Timur satu lahan, Ujung Berung/Gede Bage tiga lahan, dan Pasar satu lahan. Sementara itu wilayah Cibeunying Barat bertambah satu lahan, Karees empat lahan, dan Tegallega tetap.

Kehilangan empat lahan parkir pada 2007 sangat merugikan, karena berakibat pada berkurangnya lebar jalan karena badan jalan dipakai untuk parkir. Alhasil jalan pun tidak bisa digunakan seluruhnya, terjadi penyempitan jalan. Pada tahun 2010, menurut Prijo terdapat sekitar 128 titik badan jalan yang menjadi tempat parkir liar.

2.      Pedagang Kaki Lima
Sektor informal ini lahir seiring dengan perkembangan kota. Datangnya para urbanit yang tidak memiliki kemampuan mendukung pertumbuhan pedagang kaki lima (PKL). PKL tidak memiliki tempat khusus untuk berdagang. Mereka memanfaatkan badan jalan sehingga jalan tidak bisa digunakan sepenuhnya. Kondisi ini juga membuat para pemilik kendaraan turut memarkirkan kendaraan mereka di badan jalan, seperti dijelaskan di atas.
3.      Pasar Tumpah
Pasar merupakan sentra bisnis rakyat. Aktivitasnya seakan tiada henti, dari pagi sampai pagi lagi. Harga yang menarik dan pilihan yang banyak, membuat pasar tidak sepi pembeli. Namun, semua itu tidak selalu berdampak positif. Pasar yang banyak diminati dan aktif siang-malam membuat lalu lintas tersendat. Kemacetan hampir dapat ditemui di setiap pasar. Pedagang yang begitu banyak dan tidak terkondisikan membuat seolah-olah pasar tumpah ke jalan, dan memakan sebagian badan jalan. Jalan yang seharusnya bisa dipakai dua lajur, dipaksa hanya satu lajur saja, sisanya milik pedagang.



4.      Angkutan Kota
Angkutan kota ditengarai menjadi biang kemacetan. Alasannya karena angkutan umum selalu menurunkan dan menaikkan penumpang seenaknya dan menunggu penumpang di badan jalan (ngetem). Tindakan tersebut tentu akan mengurangi lebar jalan yang bisa digunakan. Menurut Erwan Setiawan (Ketua DPRD Kota Bandung) pembenahan terhadap kendaraan umum harus dilakukan untuk mengurangi kemacetan di Kota Bandung. Menurutnya Manajemen transportasi umum di Kota Bandung perlu diperbaiki.

Namun, menaikkan dan menurunkan penumpang tidak serta merta kesalahan supir. Kondisi demikian tercipta karena permintaan dari penumpang. Seringkali penumpang menggerutu apabila supir tidak memberhentikan angkotnya karena si supir berusaha menaati rambu lalu lintas. Jadi, mentalitas penumpang juga harus dibangun kembali supaya dapat mengerti dan memahami aturan lalu lintas.


5.      Pembanguna Ruas Jalan Tidak Sesuai Dengan Peningkatan Volume Kendaraan
Penyebab ini merupakan penyebab yang umum. Hampir semua wilayah perkotaan di Indonesia mengalaminya. Pembangunan dan perbaikan infrastruktur  begitu minim, sedangkan volume kendaraan baru meningkat begitu pesat. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan volume kendaraan tidak sebanding dengan jalan, yang akhirnya menimbulkan kemacetan.

Pada tahun 2003, panjang jalan keseluruhan di Kota Bandung mencapai 1.103.71 km. Panjang jalan tersebut bertambah menjadi 1.221.69 km pada tahun 2005, dan tahun 2007 bertambah lagi menjadi 1.230.230 km.
Namun, peningkatan panjang jalan berbanding lurus dengan panjang jalan yang rusak. Pada tahun 2003, panjang jalan yang rusak mencapai 165.00 km, yang artinya hanya sekitar 85% panjang jalan yang kondisinya baik. Tahun 2005 terjadi perbaikan, panjang jalan yang rusak hanya 128.63 km, sekitar 89% jalan dalam kondisi baik. Terjadi peningkatan sebesar 4% dari tahun 2003. Tahun 2007, panjang jalan yang rusak bertambah lagi menjadi 150.44 km, jalan yang ada dalam kondisi baik menurun 1% menjadi 88%.

Jumlah kendaraan dari Kota Bandung cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 jumlah kendaraan mencapai  699.668 kendaraan dari berbagai jenis. Pada tahun 2007, jumlah kendaraan meningkat menjadi 822.538 atau sekitar 18%. Peningkatan volume kendaraan sekitar 18% tidak sebanding dengan peningkatan jalan yang hanya meningkat 1% dari tahun 2005 ke 2007. Kondisi ini jelas berakibat kemacetan di Kota Bandung.
Selain penyebab terjadinya kemacetan di kota bandung, ada juga akibat yang ditimbulkan dari kemacetan yang terjadi di Kota Bandung. Kemacetan berakibat kepada berbagai aspek. Hal yang paling umum adalah keterlambatan beraktivitas, seperti sekolah atau kerja. Perhitungan matematis akibat kemacetan bagitu besar ruginya. Menurut, Gingin Ginanjar (Kasubbid Infrastruktur dan Prasarana Bappeda Kota Bandung), pada jam sibuk, kendaraan di Kota Bandung hanya mampu bergerak 15.71 km/jam dan itu mengakibatkan uang terbuang di jalan sebesar Rp. 2.46 Triliun serta menyumbangkan 66.34% emisi gas buang transportasi.

Pernyataan Gingin dapat dipahami. Penggunaan bahan bakar menjadi tidak efektif karena digunakan pada kecepatan lambat atau bahkan diam. Kondisi udara di jalan pun tidak segar lagi seperti dahulu. Walaupun menurut Riza Wardana (Ketua Badan Pemerhati Lingkungan Hidup Kota Bandung) kualitas udara masih ada di bawah ambang batas normal. Tetapi dengan kondisi alat ukur kualitas udara yang rata-rata sudah rusak, sudah seharusnya diperhitungkan kembali. Bis yang mengeluarkan gas buangan yang hitam pekat dan banyak, tidaklah sedikit, ditambah banyaknya kendaraan lain yang turut menyumbangkan gas buangannya. Pertambahan jumlah pohon pun tidak sebanding dengan pertambahan kendaraan bermotor. Kondisi yang ada justru berbanding terbalik. Jumlah pohon cenderung berkurang sementara kendaraan bermotor cenderung terus bertambah. Akibatnya udara kotor karena jumlah pohon semakin sedikit.

Selain itu, aspek psikologis pengguna jalan juga menjadi terganggu. Kondisi macet ketika akan bepergian tentu membuat jengkel para pengguna jalan. Akibatnya tempramen pengguna jalan cenderung tinggi akibat stress di jalanan.

  2.6            Solusi Permasalahan Kemacetan Di Kota Bandung
1.      Solusi Jangka Pendek
Solusi ini berlaku mengurai kemacetan dengan cepat sampai terwujudnya solusi jangka panjang. Dinas perhubungan yang dalam hal ini terkait langsung memulai pemecahan masalah dengan membenahi badan jalan yang biasa dipakai sebagai lahan parkir. Penertiban juga dilakukan di lahan parkir pusat bisnis, sekolah, dan perkantoran.

Wacana untuk memajukan jam sekolah seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jakarta juga sempat mengemuka. Terjadi pro dan kontra dalam wacana tersebut. Pengamat Pendidikan dan Ketua Lembaga Advokasi Pendidikan Kota Bandung, Dan Satriana mengungkapkan bahwa wacana tersebut tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan kemacetan di Kota Bandung. Menurutnya, wacana itu memperlihatkan bahwa tugas pemkot dialihkan kepada anak-anak sekolah, dan ini adalah wacana yang tidak cerdas.

Gagasannya adalah pemberlakuan sistem rayonisasi. Sistem yang memungkinkan siswa bersekolah di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya. Dengan begitu diharapkan siswa pulang-pergi lebih mudah dan akan lebih rapi. Klaim bahwa sekolah sebagai faktor penyebab kemacetan bisa dihilangkan. Hal tersebut diperkuat olah pendapat pakar transportasi ITB, Ofyar Z Tamin. Pendapatnya, dengan memajukan jam sekolah malah akan membuat siswa membawa kendaraan sendiri. Artinya akan semakin menambah kemacetan. Gagasannya, perlu pengalihan dari transportasi pribadi ke massal.

Pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang tepat dalam waktu yang singkat. Tidak bisa menunggu pembangunan fasilitas transportasi yang sifatnya jangka panjang. Optimalisasi petugas lalu lintas, dan persiapan yang matang seperti pembagian jalan yang tegas perlu dilakukan. Kemacetan terus terjadi tanpa adanya solusi jangka pendek. Jika tidak cepat masyarakat akan resah dan tidak percaya kepada pemerintah.


2.      Solusi Jangka Panjang
Pemerintah perlu melakukan terobosan besar dalam menyikapi permasalahan kemacetan ini. Pembenahan dan penambahan infrastruktur perlu dilakukan. Akar permasalahan kemacetan perlu dikaji dan diberi solusi yang tepat. Penyelesaian dengan fokus pada akibat tidaklah relevan lagi, sudah saatnya fokusnya berpindah ke sebab atau akar masalah.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini, Dinas Perhubungan Kota Bandung telah melakukan riset bersama Institut Teknologi Bandung dalam rangka memenuhi kebutuhan akan lahan parkir. Diharapkan dengan tersedianya lahan parkir yang memadai, badan jalan bisa bersih dari parkir liar dan jalan dapat digunakan seluruhnya.
Pedagang kaki lima juga perlu dirapikan. Pedagang kaki lima (PKL) sebenarnya bisa menjadi aset berharga bagi kota jika dikelola dengan baik. Penggusuran tidak dapat menghilangkan keberadaan PKL, alternatif yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah merelokasi PKL dan menjadikannya sentra usaha rakyat. Sehingga PKL menjadi aset yang turut menyumbangkan pemasukan kepada pemerintah kota.

Pedagang pasar yang tumpah ke jalan merupakan simbol dari meningkatnya aktivitas ekonomi rakyat. Sama halnya dengan PKL, penggusuran tidak bisa menyelesaikan permasalahan. Pembangunan pasar yang nyaman, aman, dan mampu menampung para penjual akan membuat penjual tidak lagi berjualan sampai ke jalan. Hal ini pun merupakan potensi kota yang seharusnya dikelola dengan baik. Kemacetan dapat terhindari, jalan dapat digunakan seluruhnya, dan pasar menjadi rapi dan bermanfaat.
Aspek yang paling penting adalah mengurangi laju pertumbuhan kendaraan. Sebab meningkatnya volume kendaraan adalah tidak tersedianya transportasi massal yang aman dan nyaman. Perbaikan terhadap transportasi massal wajib untuk dilakukan. Trans Metro Bandung merupakan alternatif yang baik. Damri juga perlu mengoptimalkan armadanya dengan memberikan bis yang baik dan nyaman. Dinas perhubungan juga perlu merapikan angkutan kota (angkot) sehingga tidak lagi ngetem di mana saja yang sudah tentu merugikan pengguna angkot dan pengguna jalan lain.
Pemerintah Kota Bandung tampaknya berupaya keras untuk  membangun infrastruktur  dan moda transportasi publik untuk  mengatasi  kemacetan  yang  menjadi "hiasan" sehari-hari di kota  ini. Selain akan  membangun  lima  flyover dan  underpass,  Pemerintah  Kota Bandung juga akan membangun cable car. Hal inilah yang kemudian diharapkan bisa mengubah wajah Kota Bandung di masa depan. Sebuah kota yang tidak sareukseuk oleh kemacetan, banjir, juga permasalah lalu lintas lainnya. Bandung diharapkan menjadi kota tujuan wisata, kota bisnis, juga kota pendidikan yang nyaman untuk dikunjungi dan ditinggali. Berikut ini adalah program rencana kedepan untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di Kota Bandung :
1.      Cable Car
Setelah tertunda-tunda akibat belum ada peraturan yang memayungi dan persoalan lainnya, akhirnya groundbreaking prototipe cable car ini akan dilakukan pada Desember 2015. Dengan menempuh rute sepanjang 850 meter dari Jalan Gelap Nyawang hingga ke Cihampelas, moda transportasi ini diharapkan akan mengurangi kepadatan lalu lintas di Kota Kembang. Wali Kota sudah memberikan kepastian payung hukumnya dengan akan menerbitkan peraturan wali kota,  sehingga  rencana pembangunan cable car akan segera dimulai. Stasiun cable car ini nantinya ada dua, di Stasiun  Dago  dan Cihampelas.  Lahan yang digunakan merupakan milik Pemkot Bandung karena berada di  atas jalan. Selain bisa solusi mengurangi kemacetan, tambahnya, cable car pun ramah lingkungan karena tidak menggunakan BBM sehingga tidak menimbulkan polusi. Cable car  ini  menggunakan daya  listrik  yang  tidak  terlalu  besar.  Manfaatnya akan sangat besar bagi masyarakat Kota Bandung karena murah, cepat, dan bebas hambatan.
2.      Underpass
Melalui akun media sosial, Kang Emil telah menampilkan gambar rencana pembangunan terowongan underpass bundaran Cibiru. Dari tiga gambar yang diunggah Emil, terlihat jalan raya di sekitar bundaran Cibiru yang akan diperluas. Nampak juga terowongan underpass dua arah yang membentang dari arah Jln. Soekarno-Hatta hingga Jln. Cinunuk.

Underpass itu nantinya direncanakan akan memiliki panjang total 910 meter dengan bagian terowongan memiliki panjang 118 meter. Badian terbuka di sisi kiri 58 meter dan sisi kanan 466 meter. Tahun-tahun lalu juga sempat tersiar kabar akan adanya rencana pembangunan terowongan sepanjang 400 meter di Kawasan Gasibu, tepatnya setelah jembatan Pasupati. Lokasi terowongan itu sendiri tepatnya di depan Gedung Sate.
3.      Flyover
Pemkot Bandung berencana akan membangun flyover di perempatan Jalan Jakarta yang menghubungkan antara daerah Antapani dan Arcamanik. Kawan ini memang terkenal dengan kemacetannya. Flyover lainnya juga akan dibangun di Jalan Soekarno-Hatta, masing-masing di Jalan Kopo dan Jalan Buah Batu.
4.      Jalan Tol Dalam Kota
Jalan Tol Dalam Kota Bandung memanjang dari Pasteur - Cibiru - Cileunyi. Selain itu juga akan mengakses dari Gedebage Kota Bandung. Pembebasan lahan jalan tol itu dimulai 2011 untuk Seksi Akses Gedebage dan Seksi I Pasteur - Gasibu telah dilakukan sejak 2012.

Jalan Tol Dalam Kota itu diharapkan bisa mengatasi kemacetan di kawasan Kota Bandung sehingga bisa mengurangi beban jalan protokol. Terkait konstruksi jalan tol yang dibuat dalam jalan layang, akan berbeda dengan konstruksi jembatan Pasupati.

























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dengan adanya pembangunan wilayah yang pesat, khususnya wilayah Kota Bandung tidak bisa dipisahkan dengan adanya kemacetan yang terjadi di setiap ruas jalan Kota Bandung. Dengan semakin bertambahnya kebutuhan sarana transportasi bagi penduduk yang ada di Kota Bandung ini menjadi salah satu sebab terjadinya kemacetan. Selain itu lambatnya pembangunan prasarana yang menunjang sarana transportasi juga menjadi penyebab utama kemacetan yang terjadi di Kota Bandung. Akibat dari kemacetan yang ada, aktivitas keseharian masyarakat menjadi terhambat. Kerugian materi akibat penggunaan bahan bakar yang tidak optimal, dan polusi yang merusak kesehatan masyarakat

3.2  Saran
Pemerintah Kota Bandung harus berupaya menyelesaikan masalah kemacetan di Kota Bandung. Berbagai kebijakan yang sifatnya jangka pendek harus terus dikeluarkan. Diantaranya penertiban kendaraan yang parkir di badan jalan, optimalisasi petugas lalu lintas. Untuk solusi jangka panjang perlu pembangunan dan pengoptimalan infrastruktur. Aspek nonfisik pun perlu dipersiapkan demi terciptanya transportasi yang aman dan nyaman bagi masyarakat Kota Bandung. diperlukan peran serta pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kemacetan di Kota Bandung ini




DAFTAR PUSTAKA








Tidak ada komentar:

Posting Komentar